Taiyou no Uta/KyuMin/Last Song

high_quality_sunflower-normal

.

.

Taiyou no Uta

(A Song to the Sun)

.

.

Disclaimer : The characters inside are belongs to God and themselves.

Warning : Chaptered, Boys Love, gajeness, OOC, typos, etc, KyuMin!


Music:

Please Stay With Me – YUI
Aishiteru [Aku mencintaimu] – Ken Hirai
Hikari Furu [Cahaya yang lemah] – Kalafina


.

“The first time my shaking hand was touched by you, I finally realized the warmth of a gentle feeling.”

“Laughing, crying, meeting you. The continuing future was shining beneath the sun where sunflowers sway. I remain my self and sing of tomorrow.”

“Now, our love just become memories for us. Like your song, that became a song to the sun.”

.


Soba ni ite kureru shounetsuno sukimade sotto
Yasuragi wa itsumo higeki no saki ni mienakunaru

[Aku mohon tetaplah bersamaku, dalam dekapan penuh kehangatan
Selalu terasa sangat damai bila jauh dari tragedy]

Chiisana ai no kakera wo hiroi atsumete wa
Hitotsu futatsu kasaneteiru no

[Ambillah sebagian kecil dari pecahan cintaku ini,
Satu per satu hingga berkali-kali]

Aitai to ieba mata kurushimete shimau namida afureru no ni My Love

[Aku hanya ingin bertemu denganmu hingga ku teteskan air mata ini, My Love]

Surechigau tabi ni itoshikunatteyuku, Please stay with me.

[Pada langit malam ku sampaikan tangisan ini, Ku mohon tetaplah bersamaku.]

.

.

Mengejar keajaiban.

Dua kata itu terdengar ambigu. Antara penuh asa nan menakjubkan, pun penuh pengharapan yang semu. Mengejar keajaiban sendiri terdengar bagai pedang bermata dua. Satu karena dia adalah untaian kata semangat yang terdengar begitu indah bagi mereka yang tengah bermimpi. Sedang lainnya, bagai menulis untaian harap di sepanjang sungai lebar. Cepat tertulis, begitu cepat pula hilang dari pandangan.

Mengejar keajaiban, ya.

Cho Kyuhyun selalu tahu, keajaiban adalah sesuatu yang nyata. Mungkin, dan tidak mustahil bagi mereka yang percaya. Dia tidak munafik bahwa keajaiban memang pernah menghampirinya dulu, di saat – saat indah itu, di waktu – waktu penuh tawa yang lalu. Tapi Cho Kyuhyun juga tahu, keajaiban tidak untuk di kejar.

Dia hidup dalam garisnya sendiri. Memilih tiap insan yang dirasanya cukup untuk menyesap manisnya ‘dirinya’, pun bersembunyi dari mereka yang berusaha menyentuhnya. Keajaiban itu sendiri terasa bagai angin, selembut bulu, dan sehalus kelopak bunga yang tengah merekah tulus dalam rengkuhan musim semi.

Tak terkejar bagi yang meminta, tak terjangkau bagi yang mencari.

“Kyuhyun-ah, saatnya encore.”

Dia, Cho Kyuhyun yang tengah terdiam itu membuka matanya yang asalnya terpejam. Menyudahi nostalgianya dari rentetan kilasan – kilasan masa lalu yang terasa terlalu nyata dari ingatan. Sangat, hingga rentang satu tahun lamanya itu terasa bagai tak terbatas oleh dinding waktu yang harusnya setebal baja. Hanya bagai kemarin saja, ‘dia’ masih tersenyum dan memeluk Kyuhyun erat saat mengantarkannya ke bandara. Tersenyum tulus dengan janji- janji manis yang selalu dipegang Kyuhyun hingga kini. Karena toh, hidupnya hanya berporos pada janji itu sekarang. Janji akan hadirnya ‘dia’.

―yang entah Kyuhyun sendiri pun ragu akan terwujudnya hal itu.

Sepasang obsidian gelap itu kini memandang lurus pada cermin rias di depannya. Menatap tajam pada refleksi tubuh tegap yang telah berbalut tux putih bersih dengan selipan mawar merah di sakunya. Wajah itu terlihat tampan, dengan riasan natural yang mampu memancarkan kilau alami dirinya yang rupawan.

Tapi sorot mata itu terlihat lain.

Lebih kelam dari tampilannya yang bersinar. Terlihat sendu, tanpa kilau semangat yang harusnya ada di sepasang matanya. Orbs gelap itu seolah menceritakan hal lain, satu kisah penuh coba dan air mata yang tak sedikit. Kisahnya bersama dia, juga beragam mimpi dan harapannya yang sederhana. Kyuhyun menghela napas sekali kini, sekilas menatap kembali pantulan dirinya dalam cermin rias dihadapan.

Sosok tampan itu tampak mengulas senyum miris. Terlihat menawan untuk keseluruhan, tapi kau akan melihatnya menangis saat membiarkan sepasang mata itu yang berbicara.

“Ayo,” sanggup Kyuhyun akhirnya.

Namja yang tengah mengecap pendidikannya di Tokyo University itu mulai melangkah pasti. Mengikuti sang manager yang telah berjalan lebih dulu melewati lorong – lorong gelap menuju panggung utamanya yang megah. Ya, panggung miliknya. Milik Cho Kyuhyun.

“Kau akan menyanyikan satu lagu. Grand piano putih sudah disiapkan, ahh.. juga setangkai bunga matahari diatasnya. Seperti permintaanmu. Siap, Kyuhyun-ah?”

“Ne, Hae hyung.”

Lee Donghae, yang menjadi selama ini menjadi manager barunya tersenyum. Menepuk pundak Kyuhyun sekilas dan mendorongnya lembut. Pesannya, “Bernyanyilah untuk‘nya’.”

―dan Kyuhyun hanya menanggapi itu dengan senyumnya yang biasa.

.

.

Ne doko ni iru no ?
Kimi no koe o kikasete yo

[Hei, dimanakah dirimu?
Aku ingin mendengar suaramu]

Todokanai negai demo
Boku wa sakebi tsusukeru

[Walau harapanku tak teraih, tapi…
Aku terus meneriakkannya…]

“Aishiteru…”

[“Aku mencintaimu…”]

Suara lembut nan merdu itu perlahan menyeruak. Hadir ditengah lautan biru safir yang menyelimuti Tokyo Dome yang megah. Jajaran orang yang menamakan diri mereka ‘SparKyu’ itu masih semangat melambaikan lightstick ditangan. Membaur bersama mereka yang lain dibawah nama ‘ELF’.

Dari tempat duduk teratas, panggung megah itu terlihat indah. Layar besar dibelakangnya sudah tercoret oleh cerahnya bunga matahari musim panas. Dengan lampu sorot yang redup, juga sebuah white piano di tengahnya. Tak lupa pula sebatang lilin kecil yang menyala apik guna menemani setangkai besar sunflower segar yang bertengger cantik di atasnya.

Perlahan, dia yang menjadi bintang malam ini mulai terlihat.

Disambut sorakan, juga eluan kagum saat sosoknya mulai memasuki panggung. Melempar senyum singkat, sebelum memposisikan diri di depan piano putih indah itu. Cho Kyuhyun ―sang penguasa panggung itu telah duduk ditempatnya kini. Dengan dua jari tangan yang mulai menekan lembut tuts piano di hadapan.

Menguntai nada – nada lembut guna mengiring lagu sedihnya.

Ne kikoteru no?
Boku no koe ga
Boku no uta ga

[Hei… Apakah terdengar?
Suaraku…
Nyanyianku…]

Koborenai namida demo
Karada shuuganai teru
Deatta hi…

[Walau airmata tak menetes, tapi…
Dalam tubuhku menangis…
Di hari kita bertemu….]

Boku no me ni utsuru kimi wa
Ai no katachi wo shiteta

[Kau terpantul dalam bola mataku
Dan membentuk cinta…]

“Tapi setidaknya kau bisa bernyanyi untuk orang lain, Kyu. Aku… Aku juga sangat ingin menjadi penyanyi.”

―dan potongan kenangan itu kembali hadir. Menyeruak bersama dengan lagu yang terus mengalir dari mulutnya. Kyuhyun ingat saat itu. Saat pertama mereka di tepi sebuah jalan di Tokyo. Saat dia pertama kali bertemu dengan‘nya’, dengan Lee Sungmin yang suram.

Yang tak punya mimpi, dan terlalu takut untuk merajutnya.

“Aku bisa mati jika terkena sinar matahari. Terserah jika kau tidak percaya.”

Tapi saat itu juga adalah waktu dimana Kyuhyun melihatnya. Alasan dibalik betapa rapuh sekaligus kuatnya seorang Lee Sungmin dalam menjalani hidup. Bertarung sendiri, saat bahkan matahari hangat diluar sana menolaknya.

“Cukup percaya saja padaku, Lee Sungmin.”

Kono yume ga chigirete
Ai wo utai to dare
Sore demo ii dakishimetai

[Mimpi ini hancur-lebur
Cintaku terebut
Tapi itu tak apa-apa, aku ingin memelukmu…]

Owareta hohoemi o
Sawarenu kuchibiru o
Torimodoshi de atatametai

[Senyum yang tertutup
Bibir yang tak teraih…
Aku ingin kembali menghangatkannya]

Kyuhyun masih focus pada tuts hitam putih di depannya kini. Menyentuhnya tegas hingga menghasilkan nada – nada sendu yang mengiringinya sejak tadi. Matanya menggelap, dengan lapisan kaca tipis yang mulai melapisi sepasang orbs kelam itu.

Dia ingat tentu saja, saat mulutnya dengan tegas mengikrar janji itu pada sang hyung. Pada Lee Sungmin, kekasihnya. Berjanji melindunginya, membuatnya bahagia, dan menghindarkannya dari ketakutan. Kyuhyun hanya meminta Sungmin untuk percaya saat itu ―dan hingga saat ini.

Tapi apa?

Kekasihnya terengut. Cintanya hilang, Kyuhyun bahkan tidak mendengar kabar apapun darinya setahun ini. Tidak bahkan secuil kabar yang mengatakan dia masih hidup. Ada, dan bukannya sedingin kematian yang tidak bisa disentuhnya lagi.

Koboreru kimi o uketomeru eien ni
Kirei na mama de

[Pecahan dirimu yang ingin kubawa dalam keabadian
Tetap cantik…]

Kyuhyun hanya ingin memeluknya lagi, membawanya dalam rengkuhan hangatnya yang abadi. Apa itu terlalu lebih?

Aishiteru to itte
Aishiteru to itte
Mou ichidou dake dakishimetai

[“Aku mencintaimu,” kukatakan
“Aku mencintaimu,” kukatakan
Hanya sekali lagi, aku ingin memelukmu]

Kami ni yubi ni hoho ni
Matsuge ni kuchibiru ni

[Rambut, jemari, pipi
Bulu mata, dan bibirmu…]

Mou ichido dake fureteitai
Kono te wa kimi o dakishimeru tame dake ni
Kitto aru kara

[Hanya sekali lagi aku ingin menyentuhnya
Karena tangan ini hanya untuk memelukmu…]

Hadirin bersorak.

―dan Kyuhyun mulai berdiri kini. Berjalan perlahan ke tengah panggung setelah sebelumnya meraup setangkai besar sunflower indah itu dalam genggaman. Lampu panggung yang redup mulai menyorot sosoknya. Memperlihatkan tubuh tinggi yang tengah menangis.

Mungkin nyaris semua yang hadir menganggapnya menangis haru, tapi Kyuhyun tidak sebenarnya.

Cukup hanya dia yang tahu saat bulir air mata itu lolos bersama lagu indah barusan. Cukup dia yang sadar, jika lirik – lirik manis tapi menyayat tadi begitu mengena di hati. Terlalu dalam, hingga tiap katanya serasa tertuju baginya. Bagi ‘dia’ yang harusnya ada di bangku penonton sana.

Menepati janji yang dulu pernah diberikannya pada Kyuhyun. Janji untuk hadir, dan bukannya menghilang bersama iringan waktu.

Ne doko ni ite mo ?
Kimi no koe wa kikoeteru yo
Todoku made kanau made

[Hei, dimanakah dirimu?
Aku ingin mendengar suaramu
Sampai teraih, sampai terwujud]

Boku wa sakebi tsutzukeru
Aishiteru~

[Aku akan terus meneriakkannya
“Aku mencintaimu…”]

Lirik terakhir itu akhirnya terucap. Bersama senyum lembut, juga bungkukan terimakasih lama yang di berikan sang bintang bagi semua orang yang telah hadir disini. Di Tokyo Dome yang megah. Guna menonton dirinya untuk menyanyi, juga mewujudkan mimpi.

Penonton bersorak kembali saat itu. Berteriak penuh kekaguman.

Terlalu riuh, hingga memberi kesempatan bagi dia yang tengah membungkuk itu untuk terisak. Kyuhyun menangis akhirnya. Kalah oleh beragam emosi yang sejak setahun ini bersarang di dada. Kalah oleh dirinya yang haus akan kehadiran Lee Sungmin. Pundak pemuda itu bergertar sekarang. Masih dengan tubuh yang membungkuk dan air mata yang mengalir deras. Dia bukan pemuda lemah tentu. Tangisnya tidak akan hadir semudah saat bernapas.

Meski begitu, tidak salah bukan untuk menunjukannya saat dirimu tak kuat membendung sedih?

Kyuhyun tetap menangis beberapa lama. Sebelum akhirnya bangkit dari posisinya dan berdiri tegap. Pandangannya focus, dengan seulas senyum yang mulai terulas di bibir.

Boku wa sakebi tsutzukeru
Aishiteru~

[Aku akan terus meneriakkannya
“Aku mencintaimu…”]

Ya.

Dimanapun ‘dia’ berada. Dimana pun Lee Sungmin saat ini, Kyuhyun akan tetap pada hatinya. Tetap menaruh cinta itu pada regkuhan Sungmin. Meneriakan berbagai macam kata cinta, walau Kyuhyun sendiri pun tidak tahu dimana sosok itu saat ini.

― ya, semoga saja.


“Tapi selain itu.. apa kau tahu jika Sunflower hanya hidup dalam satu siklus perbungaan?”

“Aku tidak pernah tertarik pada bunga”

“Bunga matahari hanya bisa hidup jika ada matahari. Seperti namanya, begitu tumbuh dan berhasil menguncupkan bakal bunga, dia akan semakin besar dengan mengikuti arah matahari. Semakin banyak matahari yang diterimanya, dia semakin ‘tersenyum’; dan pada akhirnya saat Sunflower ini berada di titik terindah, dia perlahan layu kemudian. Satu persatu mahkota bunganya akan gugur ―dan akhirnya mati.

Dia mati setelah menunjukkan bunga terindah pada semua orang. Hanya dengan satu kali kesempatan berbunga, tapi bunga ini tidak akan mati sia-sia. Dia juga meninggalkan ribuan biji baru yang akan tumbuh mengikuti jejaknya nanti, membuatnya agar terus dikenang dan tidak hilang dari dunia.”

“Hyung..”

“Aku.. aku juga ingin seperti itu. Aku ingin mati setelah berhasil menjadi penyanyi. Aku belum ingin mati sekarang.. aku―”


Last song, last dream, last love.

―and hopefully, last tears…


.

.

Pantai itu gelap.

Tentu, karena remang cahaya bulan separoh penuh hanya memberikan sedikit kontribusi dalam menerangi hamparan pasir putih di tepi ombak. Meski begitu, jutaan bintang mungil turut merekah di atas sana. Berkerlap – kerlip cantik layaknya permen manis yang tengah tersenyum. Indah dan ceria.

Sangat berbeda dengan raut serius dari dia yang terduduk diam disini.

Sedikit jauh dari bibir pantai, tapi masih berada dalam jangkauan pasir putih halus, adalah tempat yang dipilih Kyuhyun untuk duduk sekarang. Dengan kaos biru langit dan sweater cokelat muda yang sedikit melindungi dirinya dari angin pantai, pemuda itu terduduk sejak tadi. Sejak nyaris satu jam setelah encore megah di Tokyo Dome digelar. Sejak orang – orang yang selalu mengelunya penuh kagum berduyun – duyun menuruni undakan di bangku penonton dan berjalan dengan raut luar biasa puas ke rumahnya masing – masing.

Cho Kyuhyun bahkan masih bisa merasakan euphoria itu hingga saat ini.

Bagaimana lightstick biru safir itu melambai penuh semangat, bagaimana teriakan kagum itu terasa memekakan. Serta bagaimana pula gelenyar rasa puas itu menyeruak di dadanya. Membengkak semakin besar, dan akhirnya pecah saat dirinya berhasil menyanyikan nyaris 20 lagu dalam konser berdurasi tiga jam itu. Mimpinya menjadi nyata. Ya.

―dan dia masih merasa tak puas.

Masih ada satu ruang kosong di hatinya yang berteriak tak sabar. Memberontak dan terus merongrong untuk di puaskan. Satu petak kecil yang sekarang diyakini Kyuhyun sebagai bagian terpenting dalam hidupnya belakangan. Jika dia dulu masih menyamakan kedudukan dia dengan gempita dan megah panggung untuk bernyanyi, sekarang lain tentu.

Satu tahun tanpa merasakan apapun dari dia ternyata tak mudah.

Sama sekali berbeda dari yang dulu pernah diperkirakan. Sulit menjalani berbagai tantangan hidup saat seseorang yang berarti bagimu serasa terengut tak berjejak. Hilang, tanpa tahu harus mencari kemana. Kyuhyun dulu merasa bahawa tak akan sulit menjalani syarat ‘tak boleh saling mengenal selama satu tahun’ itu dari dia.

Tidak, karena ternyata dia berbeda dari orang kebanyakan. Dia special, dan karena itu Kyuhyun terlalu takut jika Tuhan lebih dulu meminta dia sebelum mereka sempat bertemu kembali.

“Sungmin.. hyung?” Kyuhyun memanggil. Lirih, sama sekali tak mengharap jawaban. Matanya tetap menerawang kosong laut gelap di depan sana. Dengan kepala yang tak henti memutar ulang seluruh kenangan dia dan dirinya tentang laut. Betapa laut itu terasa indah di saat mereka bersama dulu. Kebersamaan yang luar biasa singkat, tapi sanggup menggores kenangan yang menembus hingga kotak hatinya yang terdalam.

“Dimana kau sekarang?”

“Menurutmu?”

DEG

Jantung penyanyi muda itu terasa berhenti sedetik, sebelum melaju tiga kali lebih cepat di detik kemudian. Mata sewarna malam milik Kyuhyun melebar saat telinganya menangkap sayup suara lembut milik‘nya’. Milik dia yang tadi dipanggil oleh Kyuhyun. Pemuda itu masih membeku ditempatnya. Masih terjebak dalam kebingungan antara nyata atau ilusikah sepatah kata yang di dengarnya beberapa satuan waktu lalu.

“Hey.. Kyuhyun-ah?”

Kyuhyun mengerjap beberapa saat kini, masih takut untuk menoleh walau dia sekarang yakin bahwa suara itu berasal tak jauh dari punggungnya.

“Kau benar – benar tak ingin menyapaku, hm?”

Begitu dekat, tapi juga begitu jauh. Lee Sungmin,

“Kyuhyun-ah, aku merindukanmu.”

―dan dia berbalik detik itu juga. Lehernya terasa sakit, oleh begitu cepatnya dia menoleh guna mendapati sosoknya disana. Sosok Lee Sungmin, dalam balutan kaos dan sweater hangat warna pink serta skinny jeans yang melekat di kakinya. Dengan senyum yang sama, dan binar mata yang tak berubah seperti dalam ingatan Kyuhyun.

“Kenapa menatapku seperti itu, huh? Aku masih hidup kau tahu? Bukan hantu atau sebangsanya, haha..”

Bahkan tawa riang itu juga tak berubah. Derai halus yang mengakibatkan matanya menyipit, dan bibir pinkish yang tertarik apik. Rambut hitam legamnya kini memanjang, dengan poni samping yang asik dimainkan oleh angin pantai. Menutup bagian atas kulit wajahnya yang seputih susu. Pucat, tapi masih penuh akan hawa kehidupan.

Kyuhyun reflex berdiri saat ini. Bergerak dua langkah ke depan, sebelum akhirnya berlutut. Menyambut uluran tangan kanan Sungmin yang terujulur ke arahnya. Mengundang, juga menyambut hangat tubuh Kyuhyun yang langsung menghambur ke pelukan. Penyanyi penyuka salju itu meraih cepat apa yang ada di depannya. Tanpa kata mengurung sosok yang terduduk di kursi roda itu dalam kungkungan lengannya.

Merasakan kulitnya yang asalnya dingin langsung menghangat saat merasakan seberapa halus kulit sang hyung dalam jamahannya. Tak lupa menenggelamkan wajahnya dalam ceruk leher pemuda manis itu.

Sungmin masih tertawa renyah. Hanya mengusap halus surai ikal kecokelatan Kyuhyun yang menggelitik lehernya. “Sshh.. jangan menangis. Namja tidak boleh menangis, sayang.”

Seolah tuli, yang lebih muda masih meneruskan tangisannya disana. Di ceruk leher Lee Sungmin, dengan tangan yang merengkuh kuat pinggang ramping milik pemuda itu. Kyuhyun tak peduli jika dia terlihat cengeng sekarang. Manja, atau apapun itu. Tidak peduli, karena jutaan emosi yang memenuhi dadanya terasa menyesakan. Hingga rasanya akan meledak jika bulir Kristal bening itu tak mengalir dari matanya.

Sementara sang hyung masih disana. Dengan sabar membelai dan mengusap lembut surai ikal dongsaengnya. Sesekali mendaratkan kecupan sayang, juga kalimat penghiburan yang halus. Pemuda itu mengerling kearah Leeteuk yang sejak tadi terdiam. Manager yang setahun ini mengurus serta membimbingnya itu terlihat berlinang air mata. Antara haru dan kasihan mungkin, melihat Kyuhyun yang seperti itu.

“Terimakasih sudah mau mengantarkanku kesini, hyung.” ujar Sungmin. Tangannya mengelus lembut jemari sang hyung yang bertengger di pegangan kursi rodanya.

Park Jungsoo menoleh, mendapati satu senyum Sungmin yang tertuju padanya. Dan dia pun cukup tahu tentu apa maksud tersirat yang terselip di dalamnya. “Ya,” bisiknya tertahan. Masih dengan air mata yang mengenang, dan suara parau yang lirih.

“Ya, Sungmin-ah. Kalian berdua, berbahagialah. Hyung sayang kalian.”

―dia mengecup sayang pucuk kepala Sungmin sekarang. Juga Kyuhyun yang masih bertahan di dada pemuda manis itu. “Hyung pergi dulu, ne? Jangan lupa hubungi aku jika sudah selesai, Sungmin-ah.”

Sungmin mengangguk, tak lupa mengulas satu senyum terimakasih guna mengantar Leeteuk yang telah beranjak dari pinggir pantai gelap ini. Setelah yakin hanya tinggal dia dan Kyuhyun, pemuda pecinta pink itu kembali menaruh focus pada sang dongsaeng. Sang kekasih, yang masih betah terisak dan menangis tanpa suara di ceruk lehernya. Seolah tak bosan untuk membagi berbagai kisah sedih selama setahun tanpa yang lain.

“Kyuhyun-ah,” panggil Sungmin akhirnya. Dia menepuk sayang pucuk kepala pemuda itu, dengan bibir yang berbisik lirih tepat di samping telinga. “Hey, Kyu, bisa kau bantu aku duduk disana?”

Yang dipanggil namanya terdiam beberapa detik, sebelum merespon dengan anggukan singkat. Kyuhyun menatap lama mata hazel yang masih mengerjap lembut di depannya. Kini menangkup wajah Sungmin dengan hati – hati. Perlahan, seolah raut orang di depannya adalah kaca bening nan rapuh yang akan pecah jika dia menyentuhnya dengan serampangan.

Si penyuka salju itu mulai mendekatkan kepalanya kini. Sangat lambat, dan dengan penuh perasaan mengecup lembut bibir tipis sang hyung. Menyentuhnya tanpa nafsu, hanya menempelkan dua pasang lengkungan itu dalam satu gerakan selembut angin. Sungmin yang asalnya menatap bingung pun tak kuasa untuk tidak memejamkan matanya kini. Benar – benar menikmati bagaimana Kyuhyun menyelipkan sejuta rasa miliknya dalam satu ciuman lama itu.

Tak lama, hingga mampu membuat sang hyung meneteskan air mata harunya kini. Lee Sungmin orang yang peka, dia sosok pengertian yang dengan mudah mencerna bagaimana orang bersikap padanya ―dan terlebih itu Kyuhyun. Sosok yang telah merebut hati dan jiwa sekaligus. Namja penyuka pink itu menerima jelas semua pengaduan Kyuhyun tentu. Bagaimana ciumannya berarti kebahagiaan, kerinduan, kesedihan, dan rasa sakit yang tak sedikit. Bagaimana dua bibir yang saling menempel itu menceritakan beragam ‘rasa’ terdalam tanpa sepatah kata pun lolos darinya.

“Aku mencintaimu, Sungmin-ah.”

Dia berucap sayang, dan tak perlu menunggu sedetik bagi Sungmin untuk membalas kalimat cinta yang begitu tulus itu. “Nado, Kyuhyun-ah. Selalu.”

Yang disebut namanya tersenyum, kini berdiri dan mengalungkan lengan di pinggang sang hyung. Menopang tubuh rapuh itu penuh – penuh dalam rengkuhan. “Kau bisa berjalan?”

“Sedikit. Kaki kiriku lumpuh total, juga separuh tangan kiri.”

Sungmin tertawa, menatap Kyuhyun riang dan langsung menyela saat menyadari tatap iba itu tertuju ke arahnya. “Jangan menatapku seperti itu. Aku belum mati, Kyuhyun-ah. Aku hidup, dan mampu menyanyikan apapun yang kuinginkan, itu cukup. Simpan simpatimu pada orang yang lebih membutuhkan diluar sana, ne?”

“Kau selalu begitu.”

Sang hyung mengernyit mendengar respon ini. Bergantung pasrah pada Kyuhyun yang kini mendudukannya di pasir lembut yang hangat saat malam. “Aku kenapa? Dan ma’af, bisa kau ambilkan sekalian gitarku yang dibawa Teuki hyung tadi, Kyu?”

Dia menurut, dalam diam meraih kotak berwarna cokelat muda yang tergeletak tak jauh dari tempat kursi roda sang hyung berada. Kyuhyun meletakannya tepat di depan Sungmin, membiarkan pemuda (yang sekarang) berambut hitam itu dengan susah payah membuka penutupnya dengan satu tangan. Juga kesulitan saat memposisikan gitar putih di tangan di posisi yang seharusnya.

“Cobalah meminta tolong saat kau butuh, hyung.”

“Aku tidak akan melakukannya selama aku masih bisa, Kyuhyun-ah. Meminta tolong hanya membuatku manja.”

“Kau terlalu keras pada dirimu.”

“Hey,” Sungmin memulai, setelah sebelumnya membiarkan keheningan singkat menyela keduanya. “Aku merasa kau sedang marah padaku.”

“Kenapa berpikir seperti itu?” dia tertawa di sela kalimatnya. Tawa yang kosong, sama sekali tak sampai ke mata.

Yang lebih tua menggeleng. “Tidak tahu, hanya merasa saja.”

Hening kembali datang, dan Kyuhyun sama sekali tak berniat memecahnya. Membiarkan sunyi itu mengalir saat dia sibuk menatap intens raut Sungmin di samping. Menyadari bahwa pahatan manis yang dibuat Tuhan itu sama sekali tak berubah, tetap sama. Tetap indah seperti saat dia melihatnya pertama dulu. Kyuhyun membiarkan Sungmin sibuk dalam kegiatannya. Meletakan tangan kirinya dengan susah payah di lengan gitar dan mulai memetik senar yang ada perlahan. Menimbulkan melodi ceria yang sama sekali tak goyah. Tidak bahkan saat separuh tangan itu mulai mati digerogoti penyakit.

“Kyu.. bagaimana mimpimu?” Sungmin mengalah akhirnya, tahu bahwa harus dialah yang memecah hening itu menjadi satu percakapan panjang yang akan mereka rangkai. “Lagumu sudah terdengar kemana – mana, kau juga sukses menggelar konser di Tokyo Dome yang kau inginkan itu.”

“Aku belum puas, hyung.”

“Kau menginginkan apalagi memangnya?”

Kyuhyun mengerjap, mencegah matanya yang mulai memanas agar bisa menahan air mata yang siap menetes. “Aku ingin kau.”

“Kau sudah memilikiku dari dulu. Selalu, Berhentilah meminta apa yang sudah ada padamu―”

“Aku ingin kau dulu, saat ini, dan sampai aku mati. Aku ingin kau tidak lagi jauh dariku. Aku ingin kau hyung.”

Mata hazel itu menyendu menyadari itu. Saat mendapati bagaimana tetes air mata itu mengalir deras dari yang lebih muda. Bagaimana mata kelam Kyuhyun menyiratkan berjuta rasa sakit, kehausan akan kerinduan, juga kasih yang tak putus – putus. Sungmin mengerjap, sebelum akhirnya mengulas satu senyum tipis di bibir. Diraihnya kembali tempat gitar yang tadi terlupakan. Mengambil sesuatu yang tergeletak di dasarnya, dan menunjukannya pada Kyuhyun dengan tangan yang sama.

“Ini album pertamaku, Kyuhyun-ah.” Sang hyung berujar. Tetap dengan senyum manis yang terbentuk di wajah. “dan mungkin juga akan menjadi album terakhirku.”

“Miracle.” Dia melanjutkan cepat, sebelum Kyuhyun mampu menyahut apapun. “Lagu yang dulu kau dengar dariku sekarang punya judul. Miracle.”

Namja manis itu meletakan gitarnya kini. Menimang album persegi yang di dominasi warna hitam itu. “Aku sendiri yang mendesain kovernya, hitam seperti malam dan disini,” dia menunjuk sudut album kini, pada gambar bunga matahari mungil yang seolah memancarkan sinar di setiap kelopaknya, “adalah aku. Aku bunga matahari itu. Aku yang berhasil melawan malam tanpa bantuan matahari.”

Kyuhyun terkesiap. Tak percaya saat melihat mata hazel itu berkobar penuh percaya diri. Dia berubah. Batinnya. Dia bukan lagi Lee Sungmin yang dulu. Sosok rapuh yang rendah diri dan sulit berbaur. Takut keramaian, juga antisocial dengan mata yang menyorot canggung.

“Miracle, Kyuhyun.” Sungmin melanjutkan, tak mengacuhkan dongsaengnya yang terdiam kaget. “Miracle, karena saat lagu ini masih setengah jadi aku bertemu denganmu. Miracle, kerana begitu malam itu, malam – malam yang selanjutnya kulalui menjadi penuh keajaiban. Takdirku bagai diputar balik, dari tak punya harapan menjadi penuh semangat yang meluap – luap. Dari yang kosong, menjadi penuh akan rasa cinta untukmu.”

Sungmin mengangkat tangan kini. Menepuk lembut puncak kepala sang dongsaeng sayang. “Keajaiban itu memang benar ada datang padaku, dan sebagai manusia aku cukup tahu diri bahwa ‘dia’ tidak akan datang untuk kedua kalinya.”

Yang lebih muda mengerjap.

“Kehidupan itu bukan hanya kebahagian, Kyuhyun-ah. Tapi juga kesedihan dan rasa sakit. Begitu juga mencintai. Aku tidak perlu mencintaimu dari dekat, aku bisa mencintaimu dari tempat yang jauh. Selama aku mengetahui bagaimana hatimu, itu cukup. Tidak perlu egois dengan harus hidup berdua untuk membuktikan kau mencintaiku.”

“Tapi―”

“Karena saat kau mencintai seseorang dengan tulus, bukan hanya raganya yang kau jaga. Tapi juga jiwa yang tak bisa kau lihat wujudnya.” Sungmin masih tersenyum, kini meraih kepala Kyuhyun untuk merebah penuh dipangkuan setelah menyingkirkan gitarnya kesamping.

“Dengar, Kyu. Kau tidak perlu menakutkan kapan aku mati nanti. Entah itu satu tahun, sebulan, atau bahkan jika besok aku mati, tidak akan ada yang berubah dengan kalimat ‘aku mencintaimu.’, semua akan seperti sebelumnya. Hanya kehadiranku yang kikis, tapi rasa yang kurasakan akan tetap abadi padamu.”

“Lalu apa gunanya ‘rasa’ itu jika kau tak ada hyung? Aku memang bodoh. Buat aku mengerti apa gunanya kau mencintaiku tapi kau tak ada.”

Kyuhyun menyahut tenang. Kini menatap dalam pada mata hazel yang menatapnya lembut. Dia nyaris luluh dengan bagaimana pancaran sabar dan sayang yang terarah darinya tak putus – putus. Bagaimana tenangnya pemuda yang lebih tua itu saat menghadapi dia yang emosional beberapa menit lalu.

“Belajarlah untuk mencintai secara sederhana, Kyuhyun-ah. Mencintai tanpa menuntut, juga berteman dengan kesedihan.” Sungmin menghela napasnya sekali. Kini menggerakan tangannya yang kaku untuk menyentuh helai kecoklatan si magnae di pangkuannya.

“Kehidupan tidak akan mau menurut padamu. Jika kau bertanya, aku pun tidak ingin digariskan untuk menderita penyakit macam ini. Penyakit yang membuat matahari menawanku dan membunuhku perlahan. Menjadi orang lemah tanpa daya dan kalah oleh takdir. Aku tidak bisa menolak, karena kehidupan tidak menerima penolakan. Tapi jika kau pikirkan lebih jauh, bukankah tanpa penyakit ini aku tidak bisa bertemu denganmu?

Pikirkan lagi, Kyu. Selalu ada ‘ganti’ yang lebih baik jika kau mau menerima takdir. Toh jika kau terus menerus lari dari kenyataan, tidak akan ada hal baik yang terjadi bukan?

Karena pada dasarnya kebahagiaan itu berpasangan dengan kesedihan. Kau tidak bisa meminta kebahagian tanpa merasakan kesedihan didalamnya. Karena ‘mereka’ itu satu. Begitu juga kesedihan, ‘dia’ tidak akan bisa menghampirimu sendirian. Karena pasti ada kebahagian yang terselip bersamanya. Kau hanya perlu percaya dan menerima, dongsaeng-ah.”

“Mulutmu manis sekali Lee Sungmin.” Kyuhyun sanggup berujar akhirnya. Setelah rasa tercekat yang sejak tadi menggelayuti tenggorokan selama sang hyung berbicara. “Jika aku percaya padamu sekali lagi, apa semua kata – kata itu akan terwujud? Benar – benar terjadi?”

Senyum tulusnya terkembang saat dia mengangguk yakin. “Pasti. Pasti, sayang.”

“Aku mencintaimu. Selalu mencintaimu walau mungkin hidupmu hanya tersisa sedetik ke depan. Seperti katamu tadi, aku akan belajar mencintaimu dengan sederhana, tanpa menuntut, dan hanya berbekal rasa yang kau tinggalkan untukku. Jangan khawatir hyung, aku ini jenius. Aku paham maksudmu tadi.

Cho Kyuhyun akan menjadi penyanyi yang mendunia setelah ini. Yang mampu berdiri bersandingan bersama apapun takdir yang digariskan padanya. Yang akan selalu bangkit berdiri walau harus jatuh berkali – kali. Dia juga berjanji untuk menjagamu, menjaga ‘cinta’ yang ditinggalkan oleh Lee Sungmin, dan akan menjaga nama itu tetap ada di dunia selama dia masih hidup.”

―dan yang selanjutnya adalah senyum pertama yang terulas di bibir sang penyanyi muda sepanjang malam ini.

Senyum yang menular, karena sang hyung pun turut menunjukan senyum ramahnya yang sama. Dengan tangan yang menghapus lembut lelehan air mata di pipi si magnae, Sungmin berujar mantap. Penuh kepastian, seolah kalimatnya yang ini adalah takdir yang mengikat. Mempersatukannya dengan orang yang dicinta, dalam keabadian tanpa batas.

“Jadikan itu air matamu yang terakhir. Dan teruslah tersenyum untukku.”

Dia merendahkan wajahnya kini, mendekatkan bibir masing – masing yang tetap mengukir tawa renyah, dan menyatukan keduanya dalam satu kecupan lembut. Lama, dengan tangan Kyuhyun yang reflex naik dan menekan tengkuk pemuda diatasnya. Merasakan bagaimana lembut dan manisnya bibir sewarna sakura itu dalam tawanan lidahnya. Mengecap, juga mereguk semua rasa manis yang dibawa Lee Sungmin.

Pun mematrinya kuat – kuat dalam ingatan.

―dan, bisa kukatakan bahwa itu adalah cara mereka mengakhiri kisah ini. Kisah tentang cinta, mimpi, dan rasa sakit. Perjalanan singkat dalam kehidupan, yang telah menoreh bekas paling dalam di jiwa masing – masing. Ini memang akhir, tapi cinta Kyuhyun dan Sungmin tidak akan pernah berakhir sampai sini.

Tidak, walau saat dimana tubuh kaku Lee Sungmin dimasukan dalam peti mati berukir bunga matahari akan tiba esok hari, cinta mereka tetap berlanjut. Dengan kesederhanaan dan ketulusan yang dipelajari Kyuhyun dari sang hyung, juga dari hangat rasa cinta yang telah ditanam Sungmin dihatinya sejak dulu. Sejak awal, sejak malam pertama mereka bertemu.

Kisah ini memang bukan kisah yang indah.

Bukan cerita cinta yang dipenuhi tawa dan kemesraan ditiap adegan yang dilalui. Tidak juga diselingi oleh debar menyenangkan, atau wajah malu – malu yang terpatri di raut keduanya. Kisah mereka tidak seperti itu.

Kyuhyun dan Sungmin bercerita tentang kehidupan yang nyata. Tentang mimpi yang terkadang hilang saat digenggam, juga air mata yang tak pernah bosan untuk menemani ‘sakit’ di hati. Mereka mengisahkan bagaimana tak ramahnya kehidupan itu. Bahwa kebahagiaan yang abadi itu hanya bohong, dan tawa tanpa kesedihan didalamnya adalah sesuatu yang nyaris mustahil untuk diraih.

Tapi bukankah kisah ini tidak berakhir menyedihkan?

Tidak ada air mata diakhir. Karena meski hanya seulas senyum sederhana, itu adalah hal paling manis yang ,akan menjadi gerbang penutup. Lembar yang terakhir yang akan mengubur berjuta kesedihan di lembaran sebelumnya dengan caranya yang sederhana.

Sesederhana cinta Kyuhyun pada Sungmin, pun setulus cinta Sungmin pada Kyuhyun.

“Kau akan tetap hidup selama aku hidup, hyung.”

“Tentu, Kyuhyun-ah. Jangan pernah lupakan bahwa kita adalah satu.”

.

.

.

Ashita e, natsukashii kinou e, Kono yubi de musunda
Chiisana yakusoku wo kanae ni yukou, Toki no owari de

[Menuju hari esok dan masa lalu yang merindukan, dengan jari ini..
Mari memenuhi janji kecil yang telah dibuat, Di akhir waktu itu..]

Kimi ni aeru sono hi o mune ni kakage
Negai dake ni natte
Toozakeru mirai made

[Pertemuan denganmu di hari itu masih teringat di hati..
Dan kini hanya menjadi sebuah harapan..
Hingga masa depan menjauhi kita..]

Watashi ga doko ni mo inaku natte mo
Subete o terasu hikari no naka itsumo kimi no

[Meski aku tak lagi ada di dunia ini..
Melalui cahaya yang menyinari segalanya..]

Soba ni iru kara

[Aku akan selalu ada di sisimu..]


Taiyou no Uta (A Song to the Sun), May.14th.2012 – October.13th.2013, is ending here.

© Ryusei Aki.


Special thanks:

Taiyou no Uta the movie, Super Junior, Erika Sawajiri, K, YUI, L’arc en Ciel, AKB48, LiSA, Aoi Eir, DELUHI, Ken Hirai, Kalafina, All reviewers.


Mungkin terlalu berlebihan jika saya berkata untuk mengambil pelajaran dari cerita ini. Tapi sungguh, saya berharap kalian semua tidak hanya mendapat hiburan, tapi juga sedikit pelajaran dari 13 lembar kisah Kyuhyun dan Sungmin dalam Taiyou no Uta. Karena saya pun demikian.

Pun saya sadar jika ada luar biasa banyak kekurangan dalam pengisahan fanfiksi ini. Saya minta ma’af, karena saya hanya amatiran yang mencoba menuangkan kisah fiksi bercampur pengalaman pribadi dalam 13 lembar tulisan ala kadarnya.

Terimakasih banyak untuk segalanya, kawan. Untuk semangat, untuk dukungan, juga cinta yang tak putus pada kisah sederhana macam ini. Semoga kita tetap berteman sebagai pribadi yang selalu semangat menyambut kehidupan. Menerima takdir dengan tangan terbuka, dan tersenyum dalam balutan kesabaran saat sedih itu datang menyapa.

Kita semua bisa sekuat tokoh ‘Sungmin’, asal kita mampu meraih takdir ―seberapa buruk pun dia, dan menjadikannya kawan. Kita semua bisa sesabar tokoh ‘Kyuhyun’, asal cinta nan tulus itu sudah tertanam kuat dalam. Kita pun bisa sebijaksana tokoh ‘Leeteuk’, jika mau melihat sesuatu dari dua sudut pandang, dan memikirkannya dengan kasih sayang.

Sekali lagi, terimakasih, kawan!

Saya sangat mencintai kalian, dan sampai berjumpa di kesempatan yang lain. Semoga kalian puas dengan 13 lembar Taiyou no Uta!

12 comments on “Taiyou no Uta/KyuMin/Last Song

  1. ming meninggal..??ga diceritain kehidupan ming selama kyu di tokyo..

    iya..banyak banget pelajaran dari ff ini..makan’y aku suka banget…
    gomawoo udah bikin ff yang bener2 ngasih kita motivasi dan tentang keajaiban…

  2. Wach eonni akhirny update juga setelah lama dtungg buat last song Taiyou No Utany 🙂
    Wach waktu baca Last song kayak balon yg meledak eonni 🙂
    Perasaanny sedih,seneng n pokoke campur aduk dech…..
    Sedih n senang saat baca Kyu tetep mencari keberadaan Ming saat Kyu berhasil mewujudkan mimpiny buat mengadakan konser tunggal d Tokyo dome…
    Sedih n mata sedikit berair saat baca Kyu yg menyendiri di pantai saat malam hari karena merindukan Ming n menangis gembira saat Ming beneran datang menemui Kyu di pantai n ngobrol ma Kyu 🙂
    Seneng banget saat tau masih tetep bertahan hidup ampe menepati janjiny ma Kyu n Ming berhasil membuat album solo ny sendiri :)…Menangis saat Ming bilang ma Kyu kl di sana ada sebuah lagu yg menceritakan keajaiban yg telah Ming dapatkan setelah bertemu ma Kyu n lagu yg pernah Kyu dengar saat pertama kali bertemu ma Ming secara g sengaja 🙂
    Tapi sedih juga saat tau keadaan Ming yg harus lumpuh karena penyakitny :'(… Menangis saat membaca kata-kata Ming saat bilang ma Kyu kl Ming meminta Kyu buat belajar mencintai Ming secara sederhana n Kyu bakal percaya sekali lagi akan perkataan Ming :)…
    Oy Leeteuk n Ming sadar y kl Kyu bakal pergi ke pantai saat selesai konserny???Mengapa Ming g dateng saat Kyu melakukan konser tunggalny????Selama ini penyakit Ming makin parah y sehingga Ming mengalami kelumpuhan sebelah kakiny n sebagian dari tanganny???

    dtungg buat FFn yg laen eonni tau barang kali kl ada sequelny 🙂 tentang kebahagian KyuMin walaupun kadang q menuntut minta lebih buat FFn eonni tapi q tetep senang saat baca FFn eonni cz selalu dapet fell ny saat baca 🙂
    maaf pula eonni kl q selama coment d Taiyou No Uta khususny tau FFn eonni yg laen ada perkataan yg buat eonni kurang b’kenan…

  3. Cla~
    Aku tdk akan protes kenapa kau buat ending yg seperti ini Saeng-ah.
    Yg aku mau protes adalah kenapa ceritamu buat hatiku berdenyut sakit lalu nangis seperti org bodoh, eoh?
    Membayangkan kisah Kyumin yg seperti itu tdk enak tau~
    Aku sedih, sesak tp aku juga senang. Entahlah rasanya aneh.
    BTW chukkae ne Saeng-ah, selamat krn udah berhasil buat kisah luar biasa seperti ini. Kisah luar biasa yg mampu menguras emosi. Jgn pernah berhenti berkarya. Dr sini aku bsa bilang kalau kamu sangat berbakat.
    Sekedar info ya, aku org yg sangat jarang dan susah sekali menangis, bahkan saat ibuku pergi. Org bilang aku seperti tak punya hati, tak punya emosi. Entah krn castnya adalah Kyuhyun dan Sungmin atau memang Cla yg hebat, yg jelas Taiyou no Uta versi kamu adalah fanfic kedua yg berhasil memancing emosiku naik ke permukaan.
    Claire~ Kamu hebat ^^
    Aku fansmuuuuu

  4. Cla~
    Aku tdk akan protes kenapa kau buat ending yg seperti ini Saeng-ah.
    Yg aku mau protes adalah kenapa ceritamu buat hatiku berdenyut sakit lalu nangis seperti org bodoh, eoh?
    Membayangkan kisah Kyumin yg seperti itu tdk enak tau~
    Aku sedih, sesak tp aku juga senang. Entahlah rasanya aneh.
    BTW chukkae ne Saeng-ah, selamat krn udah berhasil buat kisah luar biasa seperti ini. Kisah luar biasa yg mampu menguras emosi. Jgn pernah berhenti berkarya. Dr sini aku bsa bilang kalau kamu sangat berbakat.
    Sekedar info ya, aku org yg sangat jarang dan susah sekali menangis, bahkan saat ibuku pergi. Org bilang aku seperti tak punya hati, tak punya emosi. Entah krn castnya adalah Kyuhyun dan Sungmin atau memang Cla yg hebat, yg jelas Taiyou no Uta versi kamu adalah fanfic kedua yg berhasil memancing emosiku naik ke permukaan.
    Claire~ Kamu hebat ^^
    Aku fansmuuuuu

  5. Kyaaa,,,akhirnya Taiyou no Uta nya update,,,setelah terisolasi dari dunia maya gara 2 tugas semakin hari semakin menumpuk,,FF mu mengobati rasa letihnya,,,
    Entah kenapa ya dri awal baca ff yang ini selalu banjir air mata,,padahal aku bukan orang yang mudah untuk menangis,,,
    Daebak Ryusei Aki-chan,,,author fav ku yang pertama,,,
    Pemilihan Kata2nya selalu berhasil memancing emosi pembaca buat ikut larut dalam isi cerita,,,

  6. Wah~ Begitu tegarnya seorang SungMin 🙂 Fanfic ini tidak hanya menghibur, tapi juga ada begitu banyak pesan hidup yang didapat. Terima kasih sudah mengizinkan saya untuk membaca fanfic ini. Jeongmal kamshahamnida 🙂

  7. Kyakyakya! Manisnyaaaa~ ><
    aku suka aku suka 🙂
    ff ini seperti menghipnotis/?ku u.u beneran, kyumin berasa nyata! *emang nyata kalee 😀

    hohoh, mengharukan! Benar2 DAEBAK!
    2 kata deh,
    AUTHOR KEREN (y) 😀

    teteup semangat ya buat ff2 selanjutnya!! 😉

  8. Demi apapun… kata siapa kau gagal membuat ff ini?
    Meskipun ini terinspirasi dri film aslinya, aku tetap mengatakan ini lebih sedih, lebih romance, maknanya dapet.
    Aki-san…..
    bagaimana bisa kau membuat ff dengan kata-kata yang mampu membuatku menangis? Kau tau? Tidak hanya pda bagian akhir, bagian2 sebelumnya pun aku menangis T___T
    Aku susah berkata-kata….
    namun, aku sungguh2 menangis ketika membacanya.
    Terima kasih banyak atas kerja kerasmu membuat ff ini!
    Sungguh……. aku tidak tau lagi bagaimana mengatakannya T___T
    dan sekarang aku menjadi penggemarmuu Aki-san T___T
    Ya ampun….
    ah ya… aku juga request senbonzakura yaaaa T___T aku paling suka ffmu yg itu u,u

    Arigatou deshita!

  9. Demi apapun…
    kata siapa kau gagal membuat ff ini?
    Sungguh kau luar biasa!! Jujur, meskipun ini ‘remake’ dari filmnya, tapi aku tidak merasakan kesedihan ketika menontonnya. Aku cenderung terenyuh dengan ff mu ini.
    angstnya, romancenya, bahkan sampai makna apa itu mimpi dan hidup….banyak sekali yg dapat diambil pelajaran…
    Aki-san…. bagaimana kau bisa membuat ff semenakjubkan ini? T___T
    jujur, aku menangis. Menangis dengan kencang–meskipun aku tidak mengeluarkan suaraku. Tapi, hatiku entah mengapa sakit. Sakiiit sekali…membayangkan bagaimana kehidupan kyumin jika mereka benar2 seperti itu.
    Aki-san…terima kasih banyak karena kau sudah bekerja keras membuat ff ini!
    aku penggemarmu sekarang. Tolong, teruslah berkarya! Aku juga baca ff2mu yg lain seperti club no 1, sebonzakura….ah untuk senbonzakura tolong dilanjutkan lagi T___T onegai shimasu!
    aku paling suka ffmu yg itu…..

    Overall, you’re awesome.
    hanya dengan sebuah tulisan yg kau bilang biasa, mampu membuat pembacanya mengerti apa yg kau tulis. Bukankah itu tandanya sang penulis berhasil?
    Sugoi!

    Arigatou deshita!

  10. maaf aku br komen, sy terlalu menghayati 😥 . . smpe nangs2 begini~

    bnyak bgt pesan, amanat tentang kehidupan disini. . 🙂
    thanks telah membuat ff yg sgt bagus dn telah membuat sy sadar akan kehidupan~~ selalu ditggu karya2 nyaaa

  11. ceritanya keren ……. ampe nangis terhasu bacanya 😥
    makasih banyak pelajaran yg dpt di ambil dsinu… love it

    tp, it uminnya mati kh akhirnya? huwaaaahhhhhhhhh seding bayangin kyumin harus pisah setragis itu, tp aku percaya dengan cinta sederhana mereka :*
    4 jempol buat eonni

You, for me~