Club No. 1 || Scene Five

375684_656999087649561_1300379943_n

 

Hari ini adalah beberapa hari sejak kemarin.

Friday morning, tepatnya. Hari dimana hanya ada ekskul yang akan berlangsung seharian. Tanpa buku dan pensil, tanpa rumus dan hafalan. Oh.. ini surga bagi para pelajar Saint rasanya.

Gerbang megah di depan sana sudah sejak tadi dilewati oleh lalu lalang murid yang hendak memasuki kawasan sekolah. Jas merah marun tampak bertebaran di mana – mana, karena itulah seragam wajib yang harus dikenakan saat ekskul. Jas merah marun dan celana krem, dengan kaos bebas yang menjadi pengganti kemeja putih di dalamnya.

Matahari semakin meninggi, dan Ducati merah cerah yang biasa hadir di Saint mulai terlihat. Bedanya, tidak ada sosok Lee Sungmin yang menjadi penunggang motor keren itu, tapi Cho Kyuhyun ―yang akhirnya berhasil mendapatkan seragam almameternya, dengan helm berwana senada di kepala. Pemuda tinggi itu memakirkan motor kesayangannya di tempat parkir yang tersedia. Tidak juga, sebenarnya. Karena Kyuhyun memang sengaja memarkir motornya di sana. Di tempat yang terdekat dengan mobil Ferrari keren yang biasa tergeletak angkuh.

Oh.. jangan bertanya siapa. Lee Brothers, tentu saja.

Kyuhyun melepas helmnya cepat, tak berniat sok keren ―walau beberapa siswi yang kebetulan masih berada di area parkir memang melihatnya seperti ‘itu’, jangan salahkan juga tampangnya yang di atas rata – rata, sih. Sekarang, dengan balutan jas keren khas murid Saint dan motor gagah sekelas ducati, bukan salah Kyuhyun jika sudah ada paling sedikit selusin siswi yang tersenyum dan mengedip penuh arti padanya.

Pemuda itu menghela napas sekali. Mengamati spot kosong disebelah motornya yang masih tersiram sinar keemasan mentari pagi. Choi Siwon yang memberinya informasi ini sebenarnya. Tempat parkir yang berada di sebelah luar gedung tinggi di depannya. Spot dimana Ferrari dan Ducati merah menyala milik Lee Brothers biasa terparkir.

“Sepuluh menit lagi masuk. Tapi kenapa mereka belum datang juga?” Kyuhyun bergumam pelan. Tersenyum sopan saat satu kerlingan menggoda dari seorang siswi berambut cokelat panjang menyapanya dan kembali membenahi jas merah marunnya. “Mungkin sebaiknya aku masuk lebih dulu.” Putusnya akhirnya.

Kyuhyun akhirnya bangkit dari Ducati merahnya. Mengalungkan ransel hitamnya di salah satu pundak dan melangkah pergi. Mengabaikan niatnya untuk ‘memata – matai’ para Lee bersaudara itu. Yah.. jangan bertanya untuk ‘apa’. Karena jawabannya sudah terlalu jelas. Jika ingin menang ‘perang’, maka kau butuh strategi; dan jika kau ingin membuat strategi, maka kau harus mendapatkan banyak hal yang belum kau ketahui dari musuhmu. Pengamatan, benar? Think smart, bro… Cho Kyuhyun tidak akan mau masuk dalam suatu permainan jika dia tidak yakin akan menang di akhir nanti.

Ahh.. tapi sepertinya nasib baik tidak sedang bersama si magnae tampan itu. Buktinya, tepat semenit sejak kakinya melangkah keluar dari tempat parkir, iring – iringan Ducati merah cerah dan Ferrari berwarna sama mulai tampak dari gerbang. Diiringi jerit kagum yang biasa, dan kerumunan para siswi yang tetap sama.

Lee Sungmin menurunkan helm hitam kelamnya. Sedikit mengernyit saat menemukan sebentuk Ducati yang sama persis seperti motornya. Bedanya hanya pada helm merah gelap yang tergeletak anggun disana.

“Kalian tahu siapa pemilik motor ini?” Sungmin bertanya pada sosok Donghae dan Eunhyuk yang baru saja keluar mobil.

Donghae hanya menggeleng polos. Tanpa canggung mencium sayang pipi kiri Sungmin (kebiasaan masa kecil yang mendarah daging sebenarnya) sekilas dan langsung menyeret dua gadis ditangannya keluar lahan parkir. Eunhyuk yang sekarang telah berhasil mengambil tasnya di jok belakang kini keluar mobil. Menguncinya, dan berujar “Tidak tahu hyung, bukankah biasanya tidak ada murid yang bersedia memarkir kendaraan mereka disini?”

―dan dengan itu, si tengah Lee itu juga melenggang pergi. Dengan masing – masing lengan yang digandeng dua siswi dan setelah meninggalkan kecupan sayang di pipi sang hyung, tentu. Sungmin mendecak, berniat mengabaikan para gadis yang masih menatapnya berharap sebelum akhirnya menoleh saat merasa lengannya ditarik.

Oppa masih berniat mencari tahu siapa pemilik Ducati merah itu? Aku bisa memberi tahu oppa asal Min oppa masih ingat namaku.”

.


―Club No. 1―

.

Yaoi | KyuMin [always belongs to each other] | Chaptered |NaughtyKyuMin | Mature Contents | Rated M | Romance, Drama | Lee Brothers ❤ | AU! School Life

.

Scene Five

.

Kepindahannya kembali ke Korea membuat Kyuhyun menemukan banyak hal baru. Dari mulai sekolahan beraturan aneh milik keluarganya, hingga si manis Lee Sungmin yang terlihat liar dibanding wajahnya. “It’s not school, there’s just Club No. 1”


.

Lantai dua katredral ketiga.

Disana Cho Kyuhyun berada sekarang. Tengah berkutat asyik dengan puluhan chip mungil berbagai ukuran dan rakitan warna – warni berbagai bentuk. Robotic club, tentu. Hal ini bukan hobi si pemuda tampan itu sebenarnya. Tapi mengingat bahwa Saint High School adalah sekolah seni, tentu ekskul macam theater club atau paduan suara tidak lagi di bentuk. Kebanyakan ekskul disini focus pada bidang olahraga, beberapa yang lain masih berkutat pada bidang akademik. Macam science club, gudang para scientist wannabe, salah satunya.

Kyuhyun tidak pintar olahraga; dan jelas dia memiliki sedikit minat dalam science. Okay lah dia jenius matematika, tapi Kyuhyun berprinsip keras bahwa ekskul bukanlah ajang bimbel. Melainkan sarana sekolah guna melepas stress. Hell! Sayang tidak ada ekskul game club, andai saja ada sudah pasti dia dengan semangat membara bergabung kesana.

Heh.. sudahlah, toh robotic juga tidak terlalu membosankan. Siapa tahu jika dia beruntung nanti dua tangannya ini akan mampu menciptakan satu alat yang mampu ‘berguna’ di masa depan? But, tolong bedakan dengan jelas arti kata ‘berguna’ versi Kyuhyun dengan ‘berguna’ bagi kebanyakan orang, ya, kawan. Karena tentu artinya akan sangatsangat berbeda. Percayalah!

“Sebenarnya apa yang ingin kau buat dari bentuk aneh macam itu?”

Kyuhyun mendongak dari bentuk―err.. entahlah, abstrak mungkin?― yang sejak tadi ditekuninya. Mendapati si bungsu Lee Brothers tengah menatapnya tertarik.

“Lee Donghae.”

Donghae tersenyum ramah. “Kau tahu namaku?” katanya, dan Kyuhyun mengangguk.

“Hm.. rasanya semua orang yang ada disini juga tahu siapa kau.” Dia menambahkan, kembali menunduk dan mulai sibuk merakit entah-benda-apapun-itu yang ada di tangan.

“Kau siapa? Kita ditingkat yang sama kan?” Donghae kembali bersuara, kini menarik salah satu kursi kosong di samping Kyuhyun. Sudah lupa akan rakitan robot pengangkat barang mini yang tengah dibuatnya tadi. “Aku tidak pernah melihatmu disini.”

“Murid baru.” Jawab Kyuhyun singkat. Terlihat sekali dia tak peduli dengan sosok tampan di sebelahnya, memilih fokus pada robot ditangan yang mulai terlihat bentuknya. Seperti.. labah – labah?

“Wow! Kau murid baru itu ternyata? Adik Mr. Cho, ya?”

―dan Kyuhyun, sekali lagi mengangguk bosan untuk menjawab pertanyaan sama yang terlulang sebanyak seratus tiga puluh tujuh kali semenjak 69 jam dia disini.

“A―”

“Tidak bisakah kau kembali pada robotmu yang disana dan berhenti merecokiku… ―hyung?” Kyuhyun menyela cepat apapun yang akan dikatakan oleh orang di sebelahnya ini. Menatapnya dengan pandangan menyipit seolah menegaskan rasa ternganggunya dan dengan sangat terpaksa sebenarnya, menambahkan satu kata itu di akhir kalimatnya.

“Eh? Kenapa kau memanggilku ‘hyung’?” aahh… ―tapi diluar dugaan, Lee Donghae sama sekali tak terganggu ternyata dengan nada dan ekspresi sinis si bocah pindahan. Terbukti dengan senyum ramah dan tampang err.. polos yang tergambar di wajah kekanakan miliknya. “Ah iya.. ma’af jika aku mengganggumu, aku hanya ingin menemanimu yang terlihat tak punya teman disini.”

Apa yang dia bilang tadi? Tak. Punya. Teman. Katanya? What the―? -_-

“Hey. Kau. Orang asing yang datang tiba – tiba dan berani mengejekku tak punya teman. dengar―” Geram Kyuhyun. Alisnya bertaut rapat saat ini, dengan telunjuk yang tak segan menekan keras dada bidang Lee Donghae. Ups, jangan lupakan juga penekanan yang diselipkannya pada tiap kata. “―bukan urusanmu kalau aku disini sendiri atau beramai – ramai. Sekarang, ada baiknya kau berdiri dan kembali pada urusanmu disana. Sana pergi!”

Lee bungsu itu tampak melebarkan matanya sesaat. “Hey! Jangan marah, bukan maksudku mengejekmu atau apapun, eh siapa tadi?” dia memajukan wajah untuk melihat name tag yang tergantung di dada si magnae, saat ini. “Kyu ―ahh! Kyuhyun! Bukan maksudku mengejekmu Kyuhyun-ah. Aku hanya bertanya kok, juga berbaik hati dengan berniat menemanimu. Kau tak perlu marah begitu.” Tambahnya dengan nada merengek.

Kyuhyun makin mengernyit keras.

Orang ini.. dia benar – benar Lee Donghae ‘kan? Berandalan yang katanya playboy kelas kakap di seantero Saint, sosok yang dua hari lalu Kyuhyun lihat berjalan dari parkiran dengan dua lengan yang digenggam erat oleh masing – masing siswi. Kenapa dia terlihat aneh begini? Kyuhyun tak salah mengenali orang bukan?

“Kau.. benar – benar Lee Donghae?”

Yang ditanya mengangguk.

“Adik bungsu Lee Sungmin? Playboy kelas kakap disini?”

“Benar, tapi YA! Aku bukan playboy.. aku hanya suka berganti – ganti pacar. Itu saja.”

Rasanya, Kyuhyun ingin melemparkan robot-setengah-jadinya pada kepala si penganggu-tak-tahu-diri ini. “Sudahlah..” tanggapnya menyerah. Terlihat mengembalikan perhatiannya pada benda berkabel rumit ditangan. Berusaha tak mengacuhkan sosok Donghae yang masih memandangnya antusias. “Lakukan apapun yang kau mau.”

Donghae manganggukan kepala dua kali. Sesekali mendekatkan chip – chip mungil yang berada di luar jangkauan si murid baru saat dia berusaha mengambilnya. “Oh iya, kau belum menjawab pertanyaanku tadi. Kenapa kau memanggilku hyung? Kita sama – sama tingkat dua ‘kan?” tanyanya kemudian dengan mata yang melirik memastikan pada bagde di jas Kyuhyun.

“Akselerasi.” Satu jawaban singkat tanpa menoleh.

“Wow! Akselerasi? Hebat sekali.. sama seperti Sungmin hyung, dong!” dia menanggapi antusias. Tak sadar bahwa magnae di hadapannya membeku dua detik saat nama itu disebut. “memang berapa umurmu? 16? 17?”

―para murid di Saint High School memang memulai tahun pertama mereka di umur ke 18 kawan, jadi jangan heran jika Lee Donghae ini memulai dari umur dimana para pelajar di sekolah menengah atas lain sudah menginjak di tahun ke terakhirnya.

“17.”

What?! Kau bahkan lebih muda dari para hoobae di tingkat satu! Dan kau sekarang tingkat dua? Hebat sekali!”

Kyuhyun kembali mendecak sebal. Konsetrasi pada labah – labah magnaetik setengah jadi ditangannya kembali pecah saat decak kagum itu diteriakkan oleh Lee Donghae. Awas saja jika benda ditangannya tidak bisa memuaskannya nanti. Kau harus membayar mahal, Lee Donghae! Tekad Kyuhyun dalam hati.

“Aishh! Tidak bisakah kau diam hyung? Dari pada kau mengoceh tak jelas begitu, lebih baik kau beri tahu aku segala informasi tentang Lee Sungmin. Itu akan lebih berguna nantinya.”

Mata indah Donghae kembali melebar. Mengerjap beberapa saat sebelum akhirnya menyipit curiga ―defensif. Sementara suaranya berubah drastic kini. Tegas, dan dingin. Sangat berbeda dengan nada ramah yang digunakannya di awal. “Kenapa kau ingin tahu info tentang Sungmin hyung?”

Si Cho bungsu, yang sebenarnya tidak terlalu sadar akan apa yang telah diucapkannya tadi terlihat salah tingkah beberapa saat. Mencoba tak menghiraukan suara lawan bicaranya yang berubah dan berujar tak acuh, “Semua yang baru di Saint pasti akan penasaran dengan sosok Lee Sungmin, bukan?” tukasnya diplomatis. “Dia terlalu… menarik, untuk dilewatkan.”

Yah.. biarlah, sudah kepalang tanggung. Walau diawal dia tak ingin menggunakan siapa pun untuk ‘menyerang’ pemuda paling fenomenal di Saint itu, tapi rasanya kesempatan yang di dapatnya saat Lee Donghae mendekat sangat sayang untuk di sia – siakan. Lagi pula, semakin kesini Kyuhyun juga sadar kalau Lee Sungmin itu bukan sosok yang bisa dihadapinya tanpa pion. Coba kalian tilik kembali apa saja yang sudah dimiliki pemuda berwajah tampan sekaligus ehemmanisehem itu. Dia menawan, digilai semua orang, (itu tak masalah bagi Kyuhyun sebenarnya, hanya saja) dia jenius.

Satu fakta terakhir itu yang akan mempersulit langkahnya. Menghadapi orang jenius butuh taktik, kawan. Dan sayang sekali karena hingga saat ini Kyuhyun belum menemukan taktik yang pas untuk dijalankan. Dia hanya punya konsep ‘serang api dengan api’ itu. Hah…

“Kalau kau salah satu orang yang mencoba untuk ‘bermain’ bersama Sungmin hyung, sebaiknya hentikan.” Itu adalah jawaban si bungsu Lee setelah diamnya yang lama. Juga setelah mata hazelnya menatap lama pada sepasang orbs kelam Kyuhyun yang membalas berani. Tanpa takut.

“Kau akan menyesal, Kyuhyun-ah.” Tambahnya lagi. Dia tersenyum kini, senyum yang sama seperti saat dia menyapa Kyuhyun tadi. Ramah dan kekanakan, hanya saja―

“ini nasehat serius dari seorang hyung kepada dongsaengnya lho~ jangan pernah main – main dengan Sungmin hyung, okay?”

―Kyuhyun bisa melihat seringai lain yang muncul sedetik kemudian. Hanya sedetik, yang membuat sosok playboy-menawan-yang-paling-diincar itu mampu dilihat Kyuhyun darinya. “Kenapa? Sebenarnya ada apa dengan Lee Sungmin hingga―”

Sayang.

Bel tanda berakhirnya ekskul pagi telah berdentang keras. Memberikan jeda dua jam persis yang mampu digunakan para siswi untuk melakukan apapun yang mereka mau hingga bel masuk berbunyi tepat pukul satu siang nanti. Juga membuat Lee Donghae berdiri sambil menepuk lembut pundak Kyuhyun. Menggumamkan “Sampai bertemu lagi, Kyuhyun-ah.” Dan berlalu pergi.

Meninggalkan Kyuhyun dan pertanyaan terakhir tadi tak terjawab. Ck.. sial. Lagi – lagi peringatan sama yang di dapatnya.

‘Jangan main – main dengan Lee Sungmin’.


“Memang siapa pemilik motor ini, hmm?”

“Nggh.. oppa.. singkirkan tanganmu sebentar.”

“A a.. tidak sayang, kau yang sudah membuatku penasaran, jadi sekarang lebih baik kau katakana apa yang harus kau katakana tadi.”

“Aishh.. ughh.. ba-baik shh.. Cho Kyu-kyuhyun.. ngghh.. Min oppa~ si murid baru itu.”

Dia, Lee Sungmin sedang berkenan meninggalkan area kekuasaannya yang biasa ternyata.

Terbukti dengan hadirnya sosok menawan itu di kantin mewah katedral utama bersama ratusan murid yang tengah beristirahat dari ekskul mereka. Kemeja hitam yang tadi pagi melekat dibadan kini terganti dengan dogi (Karate-gi, baju seragam mirip kimono setengah badan yang dipakai untuk berlatih karate) putih bersih yang sedikit basah oleh keringat. Kerah kain yang lebar mau tak mau menampilkan dada putih yang berkilat, juga sebentuk kalung cincin berwarna perak jernih yang mengalung pasrah di leher mulus itu.

Yah.. Lee Sungmin ini lebih suka tak memakai kaos sebagai alas dalam bagi baju karatenya yang rawan terbuka. Topless di dalam kain putih bersih itu? Benar. Lebih karena dia merasa kalau gerakannya akan lebih bebas tanpa gangguan. Okay, lupakan tentang dada bidang nan menggiurkan itu sekarang, karena jika semakin deskribsi itu diperjelas, kalian pasti akan iri pada posisi ‘strategis’ yang telah disambar lebih dulu oleh seseorang, kawan~

Lihat sekarang, seorang gadis jelita telah dengan pintar menempatkan dirinya sedekat mungkin dengan sosok berambut pirang platinum itu. Kepala berambut cokelat panjang miliknya tanpa segan merebah penuh pada dada bidang yang kain penutupnya sedikit tersibak. Sama sekali tak enggan akan basah keringat, yang entah kenapa tercium sangat maskulin dari Lee Sungmin ini.

“…Ya! oppa? Kau tidak mendengarku?!”

Suara si gadis yang meninggi mau tak mau membuat Sungmin menoleh. Sadar dari masa ‘trans’ sesaatnya akan informasi yang di dapatnya pagi tadi.

“Aku mendengarkanmu, Jessie baby~” kilahnya manis.

Jessie, Jessica, si gadis manis berambut panjang tadi merengut. “Kau memang memainkan rambutku sejak tadi, tapi pikiranmu sama sekali tidak bersamaku sedetik pun. Apa sih yang sedang kau pikirkan?”

Dia cerdas, batin Sungmin nelangsa. Yeah.. berbeda dengan beberapa gadis lain yang hanya mementingkan ‘belaian’, gadis di depannya berbeda. Dan Sungmin tidak suka itu, ck.. tipe yang terlalu cerewet dan tak bisa di bodohi. “Aku tidak memikirkan apapun Jessie… nah, kau tadi cerita apa? Aku akan mendengarmu sekarang.”

Jessica menyipitkan mata. Dengan dagu yang kini ditumpukan pada sebelah tangannya yang di atas meja. “Hey oppa, bagaimana kalau kau saja yang bercerita padaku?” dia mengedipkan sebelah matanya. Memasang wajah penuh semangat yang mampu membuat Lee Sungmin mengernyit.

“Cerita apa?”

“Kau jadi aneh sejak aku bilang bahwa motor yang terparkir di sebelah milikmu adalah milik si anak baru.” Tukas si gadis blak blakan. “Apa kau ada sesuatu dengannya? Kau menyukainya oppa?”

―dan sepasang alis milik Sungmin pun makin merapat mendengar ini. Jessica dan segala kesukaan bodohnya mengenai Boys Love. Sungmin benci sekali jika gadis ini mulai kembali pada hobinya yang satu itu. “Berhentilah memikirkan yang tidak – tidak mengenaiku.” Gumamnya dengan satu hela nafas.

“Kenapa kau terdengar seperti homophobic sekarang, oppa? Bukankah kau juga berkencan dengan beberapa siswi tampan beberapa minggu lalu?”

“Ck.. itu tidak―”

“Sejujurnya aku lebih suka melihatmu berkencan dengan para siswa disini dari pada kumpulan gadis bodoh itu. Kau membuatku cemburu oppa.”

“Kau gila, Jessie.” Geleng Sungmin tak percaya. “Jadi kau lebih mendukungku menjadi gay, begitu?”

Jessica tersenyum manis, tapi lebih tampak seperti senyum puas di mata Sungmin. “Aku gila karenamu, oppa~ dan ya.. aku lebih suka melihatmu kencan dengan siswa tampan. Hmm.. oppa tahu? si anak baru itu boleh juga, dia sangat sexy, sebenarnya~”

“Berhenti―” dan satu pekikan kecil dari gadis cantik di sebelahnya itu kembali memotong ucapan Sungmin yang terakhir. Tangan putihnya bergerak cepat untuk mengguncang lengan si sulung Lee itu sekarang. Dengan mata yang berbinar penuh bintang saat melihat ke arah dimana pintu masuk ke kantin terletak.

“Lihat oppa! Lihat, itu dia! Si anak baru yang ku ceritakan tadi.” Jessica berujar semangat. Sama sekali tak mengacuhkan raut wajah Lee Sungmin yang mulai tercemar kesal. “Ohh~ dia sangat tampan dengan kaos v-neck itu~”

Jessica meracau cepat.

Jelas matanya terpaku pada sosok tinggi yang kini berjalan menuju counter. Bersiap memesan menu makan siang mungkin? Yah.. Cho Kyuhyun memang selalu tampan. Itu fakta. Seperti sekarang, saat jas merahnya tersampir anggun di lengan kanan, dan ransel hitamnya terkalung pasrah di salah satu pundak. Rambut cokelat ikalnya dibiarkan acak – acakan, seolah pemuda itu sama sekali tak peduli untuk menyisir surai lebat di kepalanya.

“Kau sedang berkencan denganku, kukira?”

Suara Sungmin terdengar dingin, dan si gadis yang masih sibuk mengamati betapa tampannya ciptaan Tuhan yang ada disana itu menoleh. Memasang senyum polos tak berdosa. Dia tahu Lee Sungmin tidak sedang cemburu, Jessica mengenal pemuda menawan ini sejak belasan tahun lalu. Jauh sebelum dia datang ke Korea, hingga dia mampu mengukir berbagai hal menakjubkan di Saint. Lama bukan?

Setidaknya cukup untuk membuatnya tahu bahwa cinta pemuda itu tidak pernah ada baginya.

“Tentu oppa, bukankah aku memang selalu berkencan denganmu?”

“Bagus kalau kau sadar. Jadi―”

Hey! Kyuhyun-ah! Kesini!”

“Berhetilah menyela ucapanku, Jung Jessica.” Sungmin menggeram kini, memejamkan dua matanya dalam satu tarikan nafas. Berusaha tak perlu menunjukan emosi tak berarti pada gadis yang kini melonjak semangat dari kursinya. Melambai antusias pada sosok Cho Kyuhyun yang tadi tengah kebingungan mencari tempat duduk.

Tadi, tentu. Karena sekarang si bungsu Cho itu sudah berjalan mendekat kearah keduanya untuk berbagi meja dengan mereka.

“Jessica… aku benar – benar akan memberimu pelajaran setelah ini.”

Dia sama sekali tak gentar, sebaliknya satu senyum menantang segera tergambar di wajahnya. “Anytime, oppa. Aku siap di ranjangmu kapan saja.”

Lee Sungmin kembali menggeram, dan matanya beralih pada sosok tinggi di depan mereka begitu suara tarikan kursi menyapa telinganya.

Hey,  Jessie nuna~ kau cantik seperti biasa. Hey juga.. Sungmin ―Sunbae.

Hey Kyuhyun-ah, kau juga sangat sexy dengan kaos v-neck itu.” Jessica menyapa cepat, tentu disertai dengan senyum manis dan kerlingan mata menggoda.

“Kau terlalu memuji nuna,” kekeh Kyuhyun. Mulai sibuk dengan kaleng soda di nampannya, pemuda itu baru menengok saat satu kalimat dingin dan hentakan kursi di terdengar beberapa detik kemudian.

“Aku pergi.”

―itu suara Lee Sungmin. Bangkit berdiri dan bergegas pergi, bahkan menyentak kasar tangan mungil Jessica yang mencoba mencegahnya tadi. Dia berjalan cepat, dengan tangan kanan yang sesekali menyisir poni panjangnya yang menutup mata. Wajah dingin itu menunjukan dengan jelas bagaimana marahnya dia yang sekarang tentu. Hingga nyaris semua siswi yang dilewatinya memilih mundur teratur dari pada menyapa si tampan yang jauh dari image ‘hangat’nya saat sedang kesal.

“Dia marah,” kekeh Jessica setelahnya. Terlihat tak peduli dan dengan senyum mengembalikan pandangannya pada Kyuhyun yang menatap kaget pemandangan tadi. “Jangan terkejut, dia memang seperti itu. Possessive dan tak suka tidak diacuhkan.”

Kyuhyun menganggu paham.

Sejak berkenalan dan berbincang dengan Jessica di Singing Class beberapa hari lalu, dia kembali mendapat satu informasi berharga lain. Gadis cantik ini tidak sama dengan jajaran gadis yang sering di sentuh Lee Sungmin. Tidak, pasti ada sesuatu yang berbeda dari siswi yang tengah sibuk dengan gadget putih di tangannya itu.

Cho bungsu itu tanpa sadar menyeringai, Hm.. Jung Jessica.. pion atau sekutu?

.

.

.

Tak lama, waktu 4 jam yang masih tersisa untuk masing – masing ekskul telah terlewat.

Tanpa terasa, bahkan oleh Kyuhyun yang kini mengerjap bingung saat bel pulang itu terdengar. Pemuda tinggi itu terkekeh sekarang saat akhirnya menyadari bahwa Robotic Club tidaklah separah yang dia bayangkan. Bahkan si penyuka game ini merasa bahwa Club ini sedikit, (hanya sedikit, okay?) menarik. Benda logam ditangannya bahkan sudah mampu bergerak lincah kini, tak sedikit juga menuai pujian dari para instruktur yang telah menilai, dan menguji tentu saja, hasil kerjanya seharian ini. Ahh.. orang – orang itu tidak tahu saja apa yang bisa dilakukan labah – labah magnetic ini besok. Sesuatu yang hebat pastinya, fufufu~

Memikirkan ‘kehebohan’ macam apa yang bisa dirancangnya dengan alat ini mau tak mau membuat mood pemuda tampan itu merangkak naik. Hey, jangan heran kawan! Selain game, satu yang menjadi hobinya adalah berbuat onar. Yah.. Kyuhyun lebih suka menyebut itu sebagai ‘sarana penyaluran kejeniusan’, sih. Toh berbagai keusilan macam itu mampu mengasah otaknya guna menemukan metode – metode lain yang belum pernah digunakannya sebelumnya. Sangat berguna, bukan? Tapi ―hah.. sekali lagi, jangan ditiru ajaran sesat magnae itu, ya kawan~

“Sungmin-ah!”

Kyuhyun reflex menoleh saat mendengar nama pemuda yang belakang sering ada di otaknya itu disebut. Matanya berkeliling dan akhirnya menemukan Lee Sungmin itu tengah tak berada jauh darinya, hanya berjarak beberapa langkah di belakang.

“Ya, seongsaengnim?”

Dia mendengar suara sopan pemuda itu yang mengalun tenang. Entah kenapa sekarang memilih bersandar di koridor sambil berpura – pura sibuk membenahi tasnya. Seketika lupa akan segala macam hal yang akan dilakukannya dirumah.

“Bisakah kau menolongku mengembalikan beberapa barang ini ke gudang belakang? Kim Seongsaengnim sudah menungguku di kantor guru, kami ada preview untuk rapat dewan guru minggu ini.”

“Gu-gudang belakang?”

Mungkin hanya telinga Kyuhyun, tapi dia benar – benar mendengar nada suara cemas saat ini. Dan saat Kyuhyun sudah berusaha menoleh ―untuk memastikan bahwa benar Sungmin yang berbicara bernada demikian― dengan berpura – pura menjatuhkan sebatang pulpen di sakunya telinganya mendengar namanya disebut.

“Ah! Cho Kyuhyun-ssi!”

Dengan dengus samar, mau tak mau pemuda itu menoleh. “Saya, seongsaengnim?”

“Kemari sebentar.” Panggil sang guru berusia setengah baya itu.

“Ada yang bisa saya bantu, Park seongsaengnim?”

Park seongsaengnim tersenyum minta ma’af, menunjuk satu kardus penuh barang dan sepelukan tas kertas yang tergeletak pasrah di samping pintu. “Bantulah Sungmin-ah mengembalikan semua ini ke gudang belakang.” Titahnya kalem. Matanya menatap selidik pada dua siswa di depannya. “Kalian tidak keberatan ‘kan?”

“Tidak seongsaengnim,” balas keduanya cepat. Nada suara Kyuhyun terdengar ogah – ogahan, tapi suara Lee Sungmin disebelahnya terdengar gugup. Seolah ada satu hal menakutkan yang telah di voniskan guru lelaki yang rambutnya telah beruban itu padanya.

“Sebaiknya letakan saja tas kalian disini. Barang – barang ini lumayan berat, nanti kunci ruangan ini bisa kalian ambil di kantor guru. Nah.. kajja, terimakasih atas bantuannya. Aku pergi dulu anak – anak.”

Sungmin terlihat menghela nafas berat. Tanpa berkata apapun mulai menganggat kardus besar di bawahnya.

“Biar aku saja yang menganggkat kardus itu, sunbae.”

“Tidak perlu, kau bawa saja tas kertas itu dan bergegaslah. Sudah hampir malam.”

Walau dengan kernyitan tak paham, Kyuhyun segera melakukan apa yang dikatakan seniornya. Mengangkat sepelukan penuh tas kertas berisi peralatan praktik dan mengikuti langkah cepat Sungmin menyusuri koridor – koridor kelas. Perjalanan mereka lebih banyak diisi keheningan, lebih karena Kyuhyun mampu merasakan aura ‘dingin’ yang seolah menguar tajam dari tubuh pemuda di depannya. Sangat berbeda dengan pembawaan ramah yang terkesan bebas saat Sungmin mengantar Kyuhyun menuju kelas barunya dulu.

Sunbae,” panggil Kyuhyun akhirnya. Sama sekali tak tahan dengan perjalanan nyaris sepuluh menit dalam diam mereka (dan sialnya gudang yang dituju sama sekali belum terlihat. Hell! Dia mengutuk penuh siapapun yang telah mendesain sekolah ini terlalu luas, sekarang.).

“Hn?”

“Kau marah padaku?”

“Apa aku punya alasan untuk marah padamu?”

Kyuhyun menggaruk tengguknya ―lagi, dengan sebelah tangannya yang bebas. “Tidak sih.. hanya saja―”

“Jika kau tahu aku tidak punya alasan apapun untuk marah padamu, maka jangan tanyakan lagi pertanyaan retoris macam itu.”

Kyuhyun baru akan menanggapi kalimat dingin itu saat gudang tujuan mereka terlihat. Tampak bersih dan terawat, juga besar dan tetap terdesain apik layaknya bangunan lain disini. Dia dapat melihat Sungmin yang menarik nafas gugup sekali, entah kenapa, dan kini berbalik memandangnya ―memandang matahari yang mulai terbenam tepatnya.

“Bisa tolong buka pintunya?”

Dia mengangguk patuh. Memindahkan tas kertasnya ke tangan kiri dan membuka pintu gudang yang sengaja di desain tanpa kunci itu. Pintu otomatis, yang hanya bisa dibuka dari luar. Sungmin menilik sejenak pada ruang gelap di dalam sana, menarik menggigit bibir bawahnya gusar sekali, dan menatap tajam pada Kyuhyun. Bukan, bukan tatapan marah. Dia bahkan bisa melihat setitik rasa takut pada sepasang orbs cokelat lembut itu.

“Kau tetap disini, Kyuhyun. Kita masuk bergantian, jangan sampai pintu ini tertutup. Kita bisa terkunci di dalam.”

Pemuda itu mengangguk tak paham, ikut masuk ke gudang gelap itu dengan sebelah kaki yang mengganjal celah pintu. Matanya memilih mengamati gudang luas yang tertata rapih ini. Suasananya gelap, tentu karena tak ada lampu disini, satu – satunya pencahayaan hanya sebuah genteng kaca yang terselip di antara hamparan atap.

“Arghh!”

Pekikan kecil Sungmin mau tak mau mengejutkan Kyuhyun. Tanpa pikir panjang meletakan benda di tangannya asal dan bergegas kearah Sungmin. “Ada apa?” tanya cepat.

Sungmin masih meringis, kardus besar ditangannya sudah tergeletak di bawah. “Tidak, hanya tergores pisau pratik yang tak sengaja ku jatuhkan.” Jawabnya enggan.

Kyuhyun mengangguk. Melirik sekilas pada jemari pemuda blonde itu yang sedikit tercoreng warna merah, tampak kontras di antara kulit putih susunya.

“Kyuhyun!”

Pekik keras yang lain terasa kembali mengejutkan. Dia nyaris mengutuk Sungmin atas apapun yang kembali membuatnya berteriak heboh. “Apa lagi, sih?”

“Kenapa kau membiarkan pintunya tertutup?! Bukankah sudah kubilang untuk menjaganya tetap terbuka?! Kita bisa terjebak semalaman disini!”

Sungmin menatap nanar pada pintu yang kini tertutup. Menampakan hanya celah kosong tanpa knop yang tak mungkin di buka dari dalam. Lee Brothers sulung itu meraba panic sakunya sekarang. Mencari gadget hitam yang biasa berada disana dan langsung mengumpat keras begitu sadar ponsel ditangannya mati.

“Sialan! Kenapa harus mati disaat seperti ini?!”

“Kau ini kenapa sih, Lee Sungmin? Berhenti bersikap berlebihan dan hentikan teriakanmu itu. Menginap disini semalam tidak akan membuatmu mati.”

Kyuhyun akhirnya kesal juga. Tentu saja, magnae itu tak suka di bentak. Bahkan Cho Heechul yang suka berteriak itu pun segan saat berbicara keras padanya. Memang siapa dia hingga berani membentak Cho bungsu ini?

“Kau!” Sungmin berteriak marah. Kini mencengkeram kuat kerah jas Kyuhyun dan menatapnya benci. “Kalau kau cukup pintar untuk mendengar perintahku tadi, kita tidak akan terjebak disini.. Kau bodoh Kyuhyun! Bodoh sekali!”

“YA!” Satu teriakan marah akhirnya dikeluarkan Kyuhyun sekarang. Disentaknya kasar dua tangan Sungmin yang mencengkeram kerah jasnya. Balas mencengkeram kemeja hitam milik si pemuda blonde. Yah.. Kyuhyun bukan orang yang sabar memang, dia mungkin terlihat santai, tapi satu yang pasti Cho Kyuhyun tidak suka dibentak. Tidak ada seorang pun yang boleh membentaknya. Tanpa kecuali.

“Berhenti bersikap seolah kau adalah orang yang cukup pintar untuk menyebutku bodoh. Aku bukan pengangummu yang bisa seenaknya kau bentak, Lee Sungmin. Kau tidak berhak membentakku. Tidak sama sekali.”

Dia beujar dingin. Dengan gigi yang menggeram kesal, nyaris marah bahkan. Kyuhyun bahkan tak peduli jika tangannya mencengkeram kerah baju pemuda yang lebih pendek ini terlalu keras. Hingga menimbulkan bekas jeratan merah di lehernya yang putih.

Sungmin masih menatap Kyuhyun nanar. Terlihat sekali bola mata indah itu mulai terlapisi kaca, mulai menyendu. Bahkan tubuhnya gemetar. Kulit di balik kain hitam itu terasa mendingin dibawah tangan Kyuhyun, dan tak lama kemudian merosot pasrah ke lantai jika tidak segera ditahan si magnae di bagian pinggang.

“Sungmin!”

Ganti Kyuhyun yang berteriak panic sekarang. Kemarahannya menguap, seiring dengan gelap yang mulai menyelimuti seluruh ruang ini. Malam mulai merambah, dan cahaya bulan tak cukup besar untuk membuat gelap tersingkap dari meraka.

“Hey.. kau kenapa? Jawab aku! Sungmin!” Dia mengguncang lembut bahu pemuda yang kini pasrah di depannya. Dua lengannya mulai memeluk diri sendiri. Dengan tubuh yang tak berhenti gemetar dan kucuran keringat dingin yang semakin deras. Matanya menatap kosong lantai putih yang tertutup marmer. Dan dia tetap diam, seolah tuli akan segala suara si pemuda lain.

“Apa? Kau bilang apa, Sungmin-ah?” suara Kyuhyun melembut saat (akhirnya) mendengar bisik lirih Lee Sungmin. “Jangan.. gelap.. tolong…” hanya racauan tak jelas ternyata.

Kyuhyun dengan hati – hati mencoba menyentuh pundak mungil yang terus gemetar itu. Meletakan tangannya lembut, yang langsung direspon dengan jengitan takut dan dua tangan yang semakin kuat mencengkeram lengan. Seolah tangan Kyuhyun adalah perwujudan bahaya yang akan menariknya dalam mimpi buruk.

“Shh.. tenang Sungmin-ah, semua baik – baik saja. Tidak ada apapun yang akan menyakitimu disini.”

Dia bahkan terlihat sangat rapuh. Image sebagai petarungnya lenyap tak berbekas saat Kyuhyun kini duduk di depannya. Mengamati sosok player menawan di Saint yang gemetar hebat dan terlihat tak waras. Pemuda itu pun tak lupa mengumpat pada dirinya sendiri saat sadar bahwa ponselnya tertinggal di tasnya. Tak perlu waktu lama bagi otak jeniusnya untuk menyimpulkan hal apa yang mampu membuat sosok itu selemah ini.

“Dia phobia gelap, ya? Kau memang bodoh, Cho. Pantas dia gelisah sejak tadi,” Kyuhyun mengerling sekilas pada jam ditanganya sekarang. Samar – samar, angka 06.32 PM tercetak disana. “Ck.. semalaman? Dia bisa pingsan jika selama itu terkurung disini.”

Gumaman Kyuhyun yang samar itu tertelan oleh deru nafas Sungmin yang tak teratur. Juga tubuhnya yang terus berjengit ketakutan saat Kyuhyun mencoba menyentuhnya. “Hah.. Ma’afkan aku, Sungmin.”

.

.

.

Continued to scene six…